Minggu, 19 September 2010

KEBUN PANGKAS JATI DAN STEK PUCUK JATI PERUM PERHUTANI

Oleh : Aris Wibowo
BUKU: Seperempat abad pemuliaan jati Perum Perhutani, Tahun 2005
Puslitbang Perum Perhutani Cepu.
1.     Pendahuluan

Benih merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pembangunan hutan. Dengan penerapan silvikultur intensif yang diantaranya penggunaan benih unggul  maka produktivitas dan kualitas tegakan akan dapat ditingkatkan.
         Usaha-usaha peningkatan produktivitas hutan dalam pengelolaan hutan jati sudah lama dilakukan. Pemakaian tegakan benih untuk memenuhi kebutuhan bibit yang cukup baik dalam waktu singkat merupakan alternative sementara dari program pemuliaan pohon. Hasil dari tegakan benih ini perbaikan genetik yang diperoleh tidak akan besar karena intensitas seleksinya rendah. Keadaan ini disadari sepenuhnya oleh Perum Perhutani, karenanya pada dekade 80-an dimulailah program pemuliaan pohon dengan seleksi pohon plus, uji keturunan, clonal seed orchard dan bank clone (Anonim, 1983).
         Benih hasil pembiakan generatif akan memiliki variasi genetik yang tinggi dan produksi benihnya sangat dipengaruhi oleh iklim dan musim. Untuk itu perlu ada terobosan baru yaitu dengan pembiakan vegetatif. Beberapa pertimbangan dipilihnya perbanyakan vegetatif untuk pembuatan tanaman hutan secara operasional karena dengan perbanyakan vegetatif seluruh kinerja genotype akan dapat diulangi secara konsisten dan berkelanjutan (Na’iem, 1999). Dengan demikian perbanyakan vegetatif akan menghasilkan tanaman yang lebih unggul, seragam, dan dalam situasi tertentu dapat mempercepat penyebaran hasil-hasil program pemuliaan (Zobel & Talbert 1984).
         Pembiakan vegetatif yang sudah umum dilakukan pada tanaman jati adalah bud grafting, cangkokan dan kultur jaringan. Sejak tahun 1997 dengan dibangunnya kebun pangkas dan mulainya dikembangkan teknik perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk Perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk dalam skala operasional diperlukan suatu kebun pangkas.Untuk membangun kebun pangkas diperlukan bahan tanaman yang unggul dan bahan tanaman yang unggul dapat berasal dari klon-klon yang terseleksi dari hasil uji klon, uji keturunan dan hasil hibridisasi.
         Pembuatan kebun pangkas di Perum Perhutani dimulai dengan pembuatan bud grafting pohon plus yang ada di Jawa dan Luar Jawa ( Kendari, Buton, Kangean, Sulawesi Selatan, Bawean, Pulau Sepanjang, Flores, Niki-Niki, Antambua ). Hasil dari bud grafting tersebut ditanam mengelompok sesuai nomor pohon plus. Kebun pangkas ini akan menyediakan tunas-tunas yang orthotrop dan selalu juvenile untuk dijadikan bahan stek. Untuk mendapatkan bahan stek yang orthotrop dan juvenile perlu perlakuan dan perawatan dalam kebun pangkas.

2.     Materi Kebun Pangkas

Kebun pangkas merupakan suatu areal yang digunakan sebagai sumber materi perbanyakan vegetatif seperti stek pucuk, kultur jaringan dll. Untuk memproduksi bibit secara vegetatif yang seragam, berakar cepat, tumbuh baik di lapangan (diameter, tinggi, kelurusan dan tahan hama penyakit) diperlukan tahapan pengujian sampai dapat disimpulkan tentang keunggulannya. Kebun pangkas jati dibangun berasal dari koleksi pohon plus dari Jawa maupun luar Jawa. 

2.1  Materi genetic awal kebun pangkas
Eksplorasi materi klon dari pohon plus serta hal-hal yang harus diperhatikan :
1.      Bahan vegetatif yang terkumpul harus diberi label yang sama dengan label pada pohon induknya. Hal ini dimaksudkan agar bahan vegetatif dari satu pohon induk tidak tercampur dengan bahan vegetatif pohon induk lainnya.
2.      Pengemasan bahan vegetatif dalam hal ini cabang dimasukkan dalam box yang dialasi dengan bahan yang lembab, sehingga penguapan bahan vegetatif dapat ditekan seminimal mungkin.
Hasil penelitian tahun 1998 bahwa lama penyimpanan scion maupun root stock berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan pembuatan bud grafting. Pengambilan scion disimpan 0-5 hari memberikan hasil terbaik dengan prosentase keberhasilan lebih 94,3 %, penyimpanan 6-15 hari prosen keberhasilan 77,1 %, penyimpanan 15-25 hari prosen keberhasilannya 34,3 %, sedangkan penyimpanan lebih dari 30 hari prosentase keberhasilannya sangat rendah. Pada penyimpanan root stock semakin lama disimpan juga menunjukkan penurunan prosentase keberhasilan bud grafting. Baik penyimpanan bahan untuk bud (cabang) dan root stock, semakin lama disimpan akan semakin sulit untuk melepas (mencongkel) mata tunasnya, hal ini karena kadar air semakin rendah dan kulit kayu mulai mengkisut.
Tahun 1996 dilakukan pengambilan bud pohon plus dari Jawa untuk pembuatan kebun pangkas jati tahap pertama. Pembangunan kebun pangkas jati tahap pertama dilakukan pada bulan Maret 1997 dengan materi bud grafting pohon plus Jawa berjumlah 121 klon (No.001 s.d 122, kecuali No. 006 tidak ada karena dihapus).
Seiring dengan kegiatan eksplorasi pohon plus di Luar Jawa untuk kegiatan uji keturunan tahun 1997, maka pengumpulan bud dari pohon yang terseleksi sekaligus dilakukan (Anonim, 1997a). Hasil eksplorasi benih dan bud untuk kebun pangkas dari luar Jawa pada tahun 1997 pada Tabel 1.



Tabel 1. Eksplorasi asal pohon plus luar Jawa 1997


Asal Sumber Benih &Bud
No. Pohon Induk
Jumlah Pohon
1.       Sampolawa (Buton).
2.       Gunung Sejuk (Buton)
3.       Batunga (Buton)
4.       Tampo(Muna)
5.       Bonea (Muna)
6.       Kendari
7.       Kangean.
451 s.d 475
476 s.d 484
485 s.d 492
501 s.d 511
512 s.d 525
401 s.d 442
551 s.d 600
25
18
8
11
13
42
50
Jumlah
167 pohon plus


Persiapan persemaian kebun pangkas tahap kedua di kelompokkan di Tuk Buntung KPH Cepu, penanamannya dilakukan bulan Januari 1998. Dari 167 klon asal luar Jawa yang berhasil di grafting hanya 144, lainnya tidak tumbuh yang disebabkan antara lain tidak kompatibel antara bud dengan root stock, lama penyimpanan bud (diambil dari Luar Jawa perjalanannya perlu waktu). Pada saat yang bersamaan juga dibuat bud grafting asal dari pohon plus Jawa No. 123 s.d 160, persemaiannya di pusatkan di KBK Padangan.
Untuk memperluas basic genetic dan untuk kepentingan konservasi ek-situ maka pada tahun 1998 dilakukan eksplorasi pohon plus jati lagi ke luar Jawa, hasil eksplorasi seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Eksplorasi asal pohon plus luar Jawa 1998


Asal Sumber Benih
No. Pohon Plus
Jumlah Pohon
Bawean
Sepanjang
Sumbawa
Atambua
Niki-Niki
Buru
Muna
601-450
651-660
701-714
751-770
771-785
802-828
851-901
12
10
14
20
15
24
51


Persiapan pembuatan bud grafting untuk kebun pangkas tahap ketiga tahun 1998 dipusatkan di Pusbanghut Cepu, dengan materi pohon plus dari luar Jawa dan Jawa, serta penanamannya bulan Januari 1999.

2.2  . Kebun pangkas terseleksi
Perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk dalam skala operasional diperlukan kebun pangkas yang telah terseleksi. Kebun pangkas terseleksi dibangun menggunakan 12 klon terseleksi hasil uji kemampuan bertunas, kemampuan berakar dan uji klon di lapangan (Wibowo, 2002b). Materi genetik untuk pembangunan kebun pangkas terseleksi berdasarkan:
1.      Hasil evaluasi uji klon (pertumbuhan tinggi, diameter dan sifat kelurusan batang) di lapangan.
Dari hasil evaluasi uji klon tahun 1999 yang diuji 65 klon telah diperoleh 12 klon terbaik untuk pertumbuhan tinggi, diameter dan kelurusan batang (Wibowo, 2002b). Kelurusan batang menjadi salah satu target seleksi dalam pembiakan vegetatif, hal ini disebabkan bahwa hasil pembiakan vegetatif ada kecenderungan pertumbuhan batang menyerupai cabang dan melengkung (plagiotrop). Efek munculnya sifat plagiotropis pada pembiakan vegetatif jati cenderung disebabkan faktor genetik dengan taksiran heritabilitas 0.61 (Wibowo, 2002a).
2.  Kemampuan bertunas (sprouting ability) dan uji kemampuan perakaran (rooting ability) stek
Dalam perbanyakan vegetatif kemampuan kecepatan stek bertunas dan berakar menjadi pertimbangan dalam pembangunan perhutanan klon. Apabila sudah menuju perhutanan klon dapat dipastikan adanya produksi massal klon terseleksi. Banyak klon yang tumbuh baik di lapangan tetapi kemampuan bertunas dan berakar lambat, demikian sebaliknya. Sebagai contoh klon 075 kemampuan sprouting baik dan rooting 95 % (Wibowo, 1999), tetapi pertumbuhan di lapangan kurang baik. Untuk mendapatkan jumlah tunas dan kemampuan berakar setiap klon menginginkan perlakuan yang berbeda-beda.
3.   Identifikasi klon
Identifikasi klon sangat diperlukan untuk mengetahui kebenaran klon-klon dalam rangka menunjang program pemuliaan pohon. Uji identifikasi klon yang dilakukan di Pusbang SDH Cepu dengan metode RAPD (Anton Sudiartha, 2003).

2.3        Kebun Pangkas materi asal dari benih
Dalam paper ini tentang kebun pangkas asal semai dari benih tidak diulas panjang lebar, akan dijelaskan pada paper yang lain. Perbanyakan secara vegetatif melalui stek pucuk dari semai (benih) yang masih juvenile telah dilakukan dalam skala operasional. Pemotongan stek  pertama dilakukan semai berumur sekitar  40 hari. Satu semai dapat menghasilkan 12-14 selama 7 pada bulan potongan (Jayanto, 2003). Kemampuan berakar stek asal dari semai sampai 90 %. Dalam skala operasional 1 kg benih CSO dan SPA dapat memproduksi stek 5000-6000 tanaman (Sirikul,- dalam Kjaer, at all, 2000). Jarak tanam 10-15 cm, dalam luasan yang sempit mampu memproduksi stek dalam jumlah yang banyak.
Benih yang dipergukan untuk pembuatan cutting berasal dari CSO dengan 50 famili terbaik berdasarkan uji keturunan. Dalam skala operasional benih dari 50 famili  di campur (bulk) dan dipergunakan untuk produksi cutting.

3.     Persiapan Pembuatan Kebun Pangkas

Persiapan lahan untuk pembuatan kebun pangkas meliputi kegiatan antara lain meliputi :

3.1  Areal dan persiapan lokasi Kebun Pangkas.
Areal untuk pembuatan kebun pangkas dipilih areal yang mempunyai aerasi tanah baik, datar, dekat persemaian, tidak mudah tergenang air namun dimusim kemarau air cukup, tanah subur, mendapat cahaya matahari cukup, asesibilitas mudah.

3.2  Persiapan lokasi.
Luas kebun pangkas tergantung dari areal yang akan ditanami. Pada awalnya kebun pangkas mempunyai jarak tanam antar klon 2 m dan antar ramet 1 m. Setiap 1 klon dapat diwakili diambil 25 ramet atau lebih, ditanam mengelompok per rametnya dan terpisah dengan klon lain. Ukuran lubang 40x40x40 cm, diberi pupuk kandang yang dimaksudkan sebagai bahan nutrisi yang bersifat “slow release” dan memberikan pengaruh pada porositas tanah. Dengan klon terseleksi jarak tanam menjadi 1 m atau klon dan 0,75 m antar ramet.
     
4.   Metode Mendapatkan Tunas Orthotrop

Pada kebun pangkas jati, kendala yang dihadapi adalah bagaimana untuk menghasilkan tunas yang orthotrop sebanyak-banyaknya. Pada jenis Dipterocarpaceae tunas orthotrop bisa dihasilkan melalu reitasi proleptis dan reiterasi syilleptis (Smits & Leppe, 1988 ). Demikian juga pada tanaman jati tunas orthotrop juga dapat diperoleh dengan cara ini.
         Pada umumnya jenis jati bila dilakukan pemotongan/pemangkasan pada tunas apical/ujung maka tunas yang muncul adalah tunas-tunas orthotrop dibagian ujung (di bawah pangkasan ), sedangkan tunas-tunas yang dibawahnya lagi akan lebih mengarah plagiotrop. Tunas-tunas yang mengarah plagiotrop tersebut bila diambil untuk bahan stek, maka pertumbuhan tetap plagiotrop/tumbuh seperti cabang.

4.1  Teknik Mendapatkan Bahan Stek dalam Jumlah Banyak, Seragam dan Ortotrop pada Kebun Pangkas jati
Pembuatan kebun pangkas jati yang berasal dari bud grafting, ditanam mengelompok perklonnya. Setelah mapan untuk mendapatkan tunas dalam jumlah yang banyak, seragam dan juvenile dilakukan pemangkasan. Pemangkasan yang berulang-ulang bertujuan untuk mendapatkan tunas yang tetap muda (juvenile) dan dalam jumlah yang banyak. Setelah pemangkasan ini tumbuh tunas-tunas yang bersifat juvenile dan mudah berakar bila di stek (Wibowo, 1998). Pemangkasan titik tumbuh apical untuk memacu tumbuhnya tunas-tunas aksilar  (Wearings, 1989).
         Dengan dipangkasnya pucuk apical akibatnya hormon auksin yang terkonsentrasi pada bagian apical, bergerak kebawah menuju ke tunas-tunas lateral/axilar. Dengan adanya daun menyebabkan pertumbuhan tunas lateral terhambat, kemungkinan disebabkan cadangan makanan untuk tunas axilar dibawah daun sehingga menyebabkan tunas axilar/lateral menjadi dorman. Hal ini sesuai dengan pendapat Lank dkk.(1982) dalam Salisbury dan Ross (1995), bahwa dormansi tunas salah satu penyebabnya adalah adanya pengendalian oleh bagian tumbuhan lain selain bagian yang dorman, yaitu daun-daun di dekatnya. Tahapan untuk mendapatkan pamangkasan di kebun pangkas sebagai berikut:

4.1.1.Pemangkasan pertama
Pemotongan batang utama pada tahap awal kebun pangkas jati  setinggi 25 cm dari leher akar dan tunas-tunas axilar akan tumbuh pada batang  pohon (Wibowo,1999). Bagian ujung sumbu utama pohon akan tumbuh tunas orthotrop, dan pada bagian bawahnya tumbuh tunas-tunas yang lebih mengarah plagiotrop, seperti Gb. 1.

4.1.2. Pemangkasan kedua.
Setelah pemangkasan tahap pertama akan tumbuh tunas-tunas, setelah mencapai tinggi ±1 m di potong pucuk apikalnya dan dibersihkan daunnya,  kemudian baru dilakukan perundukkan. Arah perundukkan horizontal dengan tanah, arah rundukkan sebaiknya kesamping atau berlawanan arah munculnya tunas, supaya sumbu pokok batang tidak pecah. Tunas-tunas axilar akan tumbuh disepanjang cabang yang dirundukan dan arahnya orthotrop. Rerata stek yang dihasilkan berjumlah 16,5 stek/ramet yang dihasilkan dari pemangkasan periode kedua ini dan tunas yang tumbuh ini orthotropis (Wibowo1998; Wibowo, 1999).

4.1.3.      Pemangkasan ketiga.
Dari pangkasan kedua akan muncul tunas-tunas yang dapat digunakan sebagai bahan stek, tunas-tunas yang kurang baik (tidak dipanen) dibiarkan tumbuh mencapai 5-7 internodia, setelah itu dilakukan pemotongan pucuk dan pembersihan daun dan akan didapatkan tunas-tunas yang orthotrop berjumlah 25-30 tunas pucuk/ramet. Bila tunas-tunas tidak segara dilakukan pemangkasan akan tumbuh besar dan tidak juvenile lagi. (Gambar 3)

            Dengan ditemukan klon terseleksi dari hasil uji kemampuan bertunas (sprouting), kemampuan berakar dan uji klon, ada beberapa klon yang tidak lagi dilakukan perundukan untuk mendapatkan tunas yang tumbuh orthotrop dan tidak menunjukkan gejala efek plagiotropis setelah ditanam di lapangan.(seperti Gb 4. Tanaman klon terseleksi umur 10 bulan. Produktivitas stek dari klon terseleksi 20-25 stek/ramet).

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan di kebun pangkas yang rutin dilakukan seperti pemupukan, pendangiran, pemulsaan, penyiraman, dan perbaikan parit  dll.
         Kebun pangkas yang berfungsi sebagai penghasil bahan stek dan diproduksi tiap periode tertentu, akan terjadi penyerapan unsur hara dalam tanah terus menerus, apabila tidak dibarengi dengan masukan hara akan terjadi penurunan produksi, lama memunculkan tunas baru dan cepat terjadi penuaan bahan stek.
         Menurut Fauzi (2000) dosis pupuk NPK 100 gr memberikan hasil yang optimal terhadap tumbuhnya tunas yaitu 31,4 tunas/ramet pada klon Jawa dan 24,1 tunas/ramet pada klon luar Jawa. Setelah di pupuk produksi stek meningkat sampai periode pemanenan ke III dan menurun pada periode pemanenan ke IV, sehingga setelah periode pemanenan ke III dapat dilakukan pemupukan ulang dengan dosis yang sama.
         Pemberian pupuk NPK di kebun pangkas mampu meningkatkan prosentase berakar stek sampai 40-50%. Pemberian pupuk NPK 50 gr stek berakar 31,8%, 100 gr stek berakar 30,5%, 150 gr stek berakar 28% tanpa pupuk 14,5% (Fauzi, 2000). Peningkatan kemampuaan berakar akibat pemberian pupuk, tunas yang tumbuh akan juvenile, sedangkan kontrol (tanpa dipupuk) tunas yang tumbuh lebih cepat mengkayu apalagi tidak diimbangi dengan penyiraman di musim panas. Namun demikian perlu hati-hati dalam pemberian pupuk kimia, pemberian pupuk urea >300gr/ pohon mampu menumbuhkan tunas sangat cepat dan juvenile, tetapi stek yang diperoleh akan lebih cepat busuk di bak perakaran (Wibowo,1998), hal ini disebabkan tidak seimbangnya ratio C/N (Anonim, 1997b).
         Untuk memperbaiki aerasi dan drainase tanah diperlukan pendangiran, selain itu untuk menghilangkan rumput disekitar tanaman. Dengan adanya intensitas orang masuk ke kebun pangkas secara rutin akibatnya terjadi pemadatan tanah, oleh karena itu perlu dilakukan pendangiran.  Pemadatan tanah pada hutan dapat menghambat pertumbuhan tanaman jati (Fakultas Kehutanan UGM, 2002). 

6. Hama dan Penyakit

Hama yang biasa menyerang pada kebun pangkas adalah ulat pemakan daun (Heblaea puera sp). Ada indikasi bahwa ada beberapa klon jati (jati sungu diserang 2 tahun sekali) yang tidak terserang ulat Heblaea puera sp, sebagai wacana kemungkinan sangat terpengaruh oleh faktor genetik. Kerugian akibat serangan ulat pada kebun pangkas jati terjadi pengurangan laju fotosintesis sebesar 11,73 % setiap klon (Astari, 2003). Pemberantasannya disemprot dengan pestisida misalnya Diazenon, Dorsban, dsb. Serangan ulat ini terjadi paling banyak pada bulan November sampai Januari. Sedangkan penyakit yang pernah menyerang pada kebun pangkas jati adalah jamur. Jamur ini menyerang pada akar tanaman dan akar tanaman menjadi busuk. Penanggulangannya adalah dengan memberikan Benlate dicampur dengan air dengan dosis 5 gr Banlate/liter untuk 4 pohon dan disiramkan pada pangkal batang.

7.  Stek Pucuk

Kebun pangkas jati dibangun untuk memproduksi stek sebagai materi pembuatan bibit.  Pengambilan bahan stek dipilih stek yang sehat, dengan rata-rata jumlah internodia 2-3 atau 2-3 pasang daun, tinggi rerata stek yang diambil sekitar 5-7 cm. Warna daun hijau cerah, antar pasangan daun memiliki ukuran daun sama atau agak sama (Wibowo, 1999). Stek yang diambil masih juvenile dengan ciri batang bulat atau agak bulat,masih lunak dan biasanya batang berbulu lebat (Wibowo, 1999). Umur pengambilan bahan stek terbaik pada umur 3-4 minggu (Rifa’i, 2000), dengan klon terseleksi stek dapat dipanen pada umur 2 minggu, lama perendaman 5-10 menit (Faridah, 1999).
         Penelitian tentang hormone IBA 20 ppm pada stek pucuk jati dengan media tumbuh tanah Regosol (Wibowo, 1999 dan Wibowo, dkk.1999; Faridah, 1999, Rifa’i, 2000, Wibowo, 2003a). Saat ini media tumbuh stek pucuk di Pusbang SDH Cepu dengan menggunakan topsoil tanah Gromusol:pasir:kompos (3:2:1).  Pengaruh umur pohon induk terhadap kemampuan berakar stek signifikan tapi tidak terlalu tinggi,  pengaruh yang paling nyata adalah klon dan provenan (Wibowo, 2003b). Pengaruh perakaran stek lebih disebabkan oleh factor genetic (Wibowo, 1999). Penelitian kemampuan berakar stek pucuk jati telah banyak dilaporkan (Wibowo, 1998; Wibowo, 1999; Monteuuis, 1999; Kjaer, at all, 1999; Haque, 2000; Nicodemus, 2000).

8. Aplikasi untuk Perhutanan Klon Jati di KPH-KPH

Luas areal kebun pangkas tergantung dari rencana produksi bibit. Apabila dalam 1 KPH lahan yang akan di reboisasi dengan stek pucuk JPP rata-rata 100 ha dengan jarak tanam 3x3 m, maka di butuhkan bibit  ± 100.000 plc (termasuk sulaman 20 %). Untuk produksi bibit 100.000 plc di setiap KPH di perlukan kebun pangkas, bak perakaran, aklimatisasi, open area sebagai berikut :
1)      Bila kebun pangkas sudah dapat produksi stek pucuk optimal, maka dapat dipanen rata-rata 15 pucuk/ramet, pemanenan berikutnya 3-4 minggu berikutnya tergantung kesiapan bahan pucuk. Bila prosentase keberhasilan rata-rata 75 % sehingga satu (1) ramet dapat menghasilkan : 15 pucuk x 9 kali panen/th x 75 % = 100 plc/ramet/th.
2)      Ramet yang dibutuhkan untuk produksi bibit
      =100.000 plc/th :100 plc/ramet/th  = 1.000 ramet (induk)
3)      Lahan yang diperlukan untuk  kebun pangkas dengan jarak tanam 1x0,75 m adalah:
      (1 x 0,75m) x 1000 ramet = 750 m2.,      ditambah jalan pemeriksaan 250 m2, sehingga luas total kebun pangkas 1000m 2.
4)      Bedeng perakaran
      Ukuran bedeng perakaran panjang 5 m x lebar 1 m dan tinggi 35 cm dan disungkup plastik, setiap bedeng  pengakaran di isi ± 500 polibag. Bila setiap panen dikebun pangkas  : 1000 ramet x 15 pucuk = 15000 pucuk/sekali panen
-          Bedeng  perakaran yang diperlukan : 15000 pucuk      = 30 bak perakaran
                                                                          500 pucuk / bak
-          Karena waktu berakar berbeda-beda maka untuk panen berikutnya diasumsikan telah tumbuh 50 % sehingga diperlukan bedeng lagi 15 buah, sehingga kebutuhan bedeng  pengakaran sebanyak = 45 buah
-          Penempatan bedeng perakaran diletakan di tempat yang teduh yang diberi shading net sehingga intensitas cahaya  masuk ± 25 %.
5)      Aklimatisasi
      Bibit yang telah berakar kemudian dikeluarkan dari bedeng pengakaran , dan ditempatkan ditempat yang telah dinaungi dengan intensitas cahaya 25 %.  Bibit-bibit ini sekitar ± 1 bulan di tempat yang teduh, secara bertahap ditambah intensitas cahaya yang masuk kemudian di keluarkan ke open area. Luas area aklimatisasi sama dengan bak perakaran = 45 bedeng dengan ukuran 1 x 5 m.
6)      Luas Open Area
      Luas open area (setiap bedeng berisi 500 plc) maka  diperlukan bedeng open area sebanyak 100.000 plc / 500  = 200  bedeng. Ukuran bedeng 1 x 5 m dengan jalan pemeriksaan 0,5m dan 0,6m, maka satu bedeng seluas 8,4 m2, sehingga luas total open area :
      8,4 m2 x 200 bedeng =  1.680 m2    

9. Penutup

Perbanyakan vegetatif merupakan suatu metoda perbanyakan dengan mengambil sebagian tanaman (daun, pucuk, cabang, jaringan) yang ditumbuhkan pada media tertentu sehingga menjadi individu baru. Ada beberapa keuntungan perbanyakan vegetatif khususnya stek pucuk jati yaitu:
-          diperoleh bibit dan tanaman yang seragam di lapangan. Hasil klon terseleksi setelah di tanam di lapangan tumbuh seragam dengan rerata diameter 5,6 cm dan tinggi 6 m di KPH Pemalang dan KPH Ngawi, serta tumbuh seragam, seperti Gb. 5. (Wibowo, 2003c).
-          kinerja genotif yang baik akan diulangi secara konsisten dan berkelanjutan (Na’iem, 1999). Hasil analisis dengan RAPD antara perhutanan klon dengan induk (pohon plus) dan kebun pangkas sama 100 % (Anton Sudiartha, 2003).
-          Stek pucuk jati mudah dilakukan tanpa memerlukan teknologi dan keahlian yang khusus, bahkan cenderung konvensional.
-          bibit dapat diperoleh setiap saat,
-          beaya produksi murah, sekali membuat kebun pangkas (jati) dapat dipanen lebih dari 10 tahun, sebagai wacana kebun pangkas jati di Cepu sudah berumur lebih dari 7 tahun masih tetap produksi.
         Di dalam prakteknya masih dijumpai kesalahpahaman tentang pengertian perbanyakan vegetatif (stek pucuk, kultur jaringan dll) dalam kaitannya peningkatan produktivitas. Perbanyakan vegetatif bukan merupakan metoda pemuliaan pohon, tetapi hanya sebagai alat untuk memperbanyak hasil-hasil program pemuliaan. Teknik ini hanya akan menguntungkan setelah materi yang akan diperbanyak di uji dahulu keunggulannya melalui uji klon. Sebaliknya bila  menggunakan materi tanaman yang di perbanyak asal-asalan (tanpa di uji klon) hasil yang diperoleh akan sia-sia saja dan kemampuan adaptasi klon terhadap lingkungan tidak diketahui.
         Perbanyakan vegetatif dengan stek pucuk merupakan salah satu alternative memperbanyak bibit yang seragam, murah dan mudah pengerjakannya (konvensional).


10 Daftar Pustaka

Anonim, 1997a. Penelitian Uji Keturunan dan Uji Klon. Laporan Penelitian Kerjasama Perhutani dengan Fakultas Kehutanan UGM.
Anonim, 1997b. Pedoman pembuatan stek pucuk tanaman Khaya antoteca dan Swietenia mahagoni. Direksi Perum Perhutani Jakarta.
Anton Sudiartha, 2003. Verifikasi Pohon Plus Jati dan Ramet Vegetatif di Kebun Pangkas Jati Cepu. (Ed.: Sadhardjo & Aris Wibowo). Resume Hasil-Hasil Penelitian Perum Perhutani 1998-2003. Pusbang SDH Cepu.
Astari, Melani. 2003. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Tingkat Umur Daun Masak Fisiologi Terhadap Laju Fotosintesis 36 Klon Jati (Tectona grandis L.f). Skripsi SI, Fahutan UGM. Yogyakarta.
Fakultas Kehutanan UGM, 2002. Studi Managemen Tapak dan Produktifitas Tanaman Jati. Kerjasama Penelitian Pusbang SDH Cepu dengan Fahutan UGM. Yogyakarta.
Faridah, Eny. 1999. Pengaruh Media Tumbuh, Lama Perendaman Hormon dan Kedudukan Stek pada Tanaman Induk terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jati. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur.  Wanagama 1-2 Desember 1999.

Fauzi, Moh. Anis. 2000. Pengaruh Pemupukan NPK terhadap Produktivitas Tunas Beberapa Klon jati di Kebun Pangkas Pusbanghut Cepu. Skripsi SI Instiper, Yogyakarta.
Haque, Muh. Ashraful.(2000) Genetic Improvement of Teak in Bangladesh. Proceedings of third ragional seminar on Teak. Juli 2000. Yogyakarta.
Jayanto, Padang 2003. Sreening Test. Laporan Penelitian Pusbang SDH Cepu.
Kaosa-ard, 2000. Gains from Provenance Selection. Prosidding Site, Tecnology and Productivity of Teak Plantations. Bangkok, 2000.
Kjaer,at all. 2000.Domestication of Teak Through Tree Improvement. Prosidding Site, Tecnologyand Productivity of Teak Plantations. Bangkok, 2000.
Montesquis,O. 1999. Propagating teak by cutting and microcutting. Prosidding Site, Tecnology and Productivity of Teak Plantations. Bangkok, 2000.
Nicodemus, at all. 2000. Genetic Improvement of Teak in India. Proceedings of third ragional seminar on Teak. Juli 2000. Yogyakarta.
Na’iem, Moch. 1999. Prospek Perhutanan Klon Jati di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur.  Wanagama 1-2 Desember 1999.
Rifai, Leny S., 2000. Pengaruh Konsentrasi Hormon IBA dan Umur Terhadap Perakaran Stek Pucuk jati. Skripsi SI Fahutan UGM.
Wibowo,Aris 1998. Pengaruh pemangkasan pucuk dan daun jati tehadap kemampuan tumbuhnya tunas di Kebun pangkas jati Cepu. Laporan praktikun Fisiologis Pohon S2. Pascasarjana UGM.
-------------, 1999. Studi variasi Genetik tentang Kemapuan Perakaran Stek Pucuk Jati di Kebun Pangkas Cepu. Tesis Pasca Sarjana UGM.
-------------, Moch Na’iem, Oemi H Soeseno, 1999, Pengaruh berbagai hormon  dan Klon terhadap kemampuan berakar stek pucuk jati. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur.  Wanagama 1-2 Desember 1999.
-------------, 2002a. Uji Klon. Buletin Pusbanghut Cepu.
-------------, 2002b. Optimalisasi Produk Bahan Stek Pucuk Jati. Laporan Penelitian Pusbang SDH Cepu.
------------, 2003a. Pengaruh Konsentrasi Hormon Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran Stek Pucuk Jati. Buletin Pusbanghut Cepu.
-------------, 2003b. Karakteristik Klon, Umur Pohon Plus dan Provenan Terhadap Rooting Abillity Stek Pucuk Jati dari Kebun Pangkas. Laporan Penelitian Pusbang SDH Cepu.
-------------, 2003c. Silvikultur Intensif JPP. Laporan Penelitian Pusbang SDH Cepu.
Salisbury,F.B dan C.W. Ross 1995. Fisiologi Tumbuhan 2. (Terj. Lukman dan Sumaryono). ITB. Bandung
Smits and Leppe, 1987. Kebun Pangkas Dipterocarpaceae.
Wearings, P.F., 1989. Fisiologi Tanaman 2. Wilkins, M.B (Ed.). Bina Aksara. Jakarta.
Zobel & Talbert, 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley and Sons. New York.